Jumat, 04 November 2011

Contoh Penelitian Tindakan Kelas (PTK)

LEMBAR PENGESAHAN
Nama   : Agil Bayu Rizkian
Nim    
Judul   : UPAYA GURU DALAM MENINGKATKAN MINAT BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN PADA PEMBELAJARAN PENJAS (PTK Terhadap Siswa Kelas X 1 SMA NEGERI 3 SLAWI)










Mengetahui,
Pembimbing Akademik



Suherman Slamet M.pd
Nip.


DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan       …………………………………………….  i
Daftar Isi                       …………………………………………….  ii
Judul                              …………………………………………….  1
Latar Belakang              …………………………………………….  1
Identifikasi Masalah      …………………………………………….  4
Rumusan Masalah                   …………………………………………….  5
Pemecahan Masalah      …………………………………………….  5
Tujuan Penelitian           …………………………………………….  5
Manfaat Penelitian                  …………………………………………..... 6
Kerangka Teoritik                   …………………………………………….  7
Hipotesis Tindakan       …………………………………………….  9
Rencana Penelitian                  …………………………………………….  9
Jadwal Penelitian           …………………………………………….  10
Daftar Pustaka               …………………………………………….  11

UPAYA GURU DALAM MENINGKATKAN MINAT BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN YANG BERVARIASI PADA PEMBELAJARAN PENJAS (PTK Terhadap Siswa Kelas X 1 SMA NEGERI 3 SLAWI)

A. Latar Belakang
Pendidikan jasmani adalah proses pendidikan yang memanfaatkan aktifitas jasmani yang direncanakn secara sistematik bertujuan untuk meningkatkan individu secara neuromuskuler, psikomotorik, kognitif, afektif dan emosional. Adapun menurut Lutan (1995) yang dikutip oleh sugiyanto (2000:24) menjelaskan bahwa pendidikan jasmani adalah “ pendidikan jasmani sebagai proses pendidikan via gerak insani (human movment) yang dapat berupa aktivitas jasmani, permainan atau olahraga untuk mencapai tujuan pendidikan”. Aktivitas jasmaninya diupayakan untuk meningkatkan ketrampilan motorik dan nilai nilai fungsional yang mencakup kognitif, afektif dan social (Cholik dan lautan, 1996). Dengan melalui kegiatan pendidikan jasmani peserta didik diharapkan mampu melewati proses tumbuh dan berkembang sesuai dengan tingkatannya. Pendidikan jasmani memiliki fungsi dan tujuan untuk menumbuh kembangkan seluruh aspek yang dimiliki peserta didik. Aspek aspek tersebut mencakup ranah psikomotor, kognitif dan afektif.
Aspek psikomotor dalam pendidikan jasmani adalah pendidikan melalui aktivitas jasmani (fisik) yang bertujuan mengembangkan kemampuan gerak siswa. Aspek kognitif dalam pendidikan jasmani adalah pendidikan jasmani berupaya mengembangkan kemampuan berfikir kritis, tepat dan cepat serta daya nalar melalui berbagai teori dan praktik yang terkait dengan aktivitas olahraga dan permainan, uji diri, aktivitas pendidikan luar kelas (Outdoor Education) dan pemahaman konsep pola hidup sehat. Sedangkan pada akfektif dalam pendidikan jasmani adalah program pendidikan jasmani menitikberatkan pada pembentukan sikap dan sifat untuk membentuk kepribadian yang baik yang sesuai dengan norma dan etika dimasyarakat. Sukintaka (2001:38) mengemukakan tujuan pendidikan jasmani sebagai berikut :
……. Tujuan pendidikan jasmani terdiri dari empat ranah yakni : 1. Jasmani 2. Psikomotorik     3. Afektif 4. Kognitif. Ke empat ranah ini merupakan tujuan sementara kalau dipandang bahwa pendidikan jasmani itu merupakan bagian dari pendidikan, dan tujuan pendidikan merupakan tujuan akhir.
Dalam hal ini purwanto (1985:88) pun menjelaskan tentang tujuan pendidikan jasmani yaitu:
1. Untuk menjaga dan memelihara kesehatan badan, seperti alat alat pernafasan, peredaran darah, pencernaan makanan, melatih otot otot dan urat syaraf, melatih kecepatan dan ketangkasan, dst.
2. Membentuk budi pekerti anak, seperti melatih kesabaran, keberanian, kejujuran, sportifitas, taat pada aturan, kesukaran, dan kerajinan bekerja, dsb.
3. Memupuk perasaan sosial, seperti tolong menolong, bekerja sama, setia kawan (solidaritas), dsb yang umumnya dapat dicapai dengan permainan permainan rombongan dan bekerja kelompok.
4. Memupuk perkembangan fungsi fungsi jiwa, seperti kecerdasan, ingatan, perasaan, kemauan, dsb.
Meskipun tujuan pendidikan jasmani sangat majemuk, akan tetapi dalam setiap proses pembelajarannya harus sesuai dengan tahap tahap perkembangan dan pertumbuhan peserta didik agar mereka dapat mengikuti pembelajaran pendidikan jasmani dengan baik. Guru harus mempunyai beragam kemampuan yang dapat menunjang tugasnya agar tujua pembelajaran dapat tercapai, dan salah satu tuntutannya adalah memiliki kreasi dan daya inovatif seorang guru dalam mengembangkan model model pembelajaran.
Dalam konteks pembelajaran, model adalah suatau penyajian fisik atau konseptual dari system pembelajaran, serta berupaya menjelaskan keterkaitan berbagai komponen system pembelajaran kedalam suatu pola/kerangka pemikiran yang disajikan secara utuh. Sedangkan model pembelajaran menurut joyce and weil, 1992) adalah perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran dikelas atau pembelajaran dalam tutorial untuk menentukan perangkat perangkat pembelajaran termasuk didalamnya buku buku, film, computer, kurikulum dll. Salah satu kegiatan guru dalam proses pembelajaran adalah memilih dan menetapkan model pembelajaran yang disesuaikan dengan karakteristik bahan ajar, tujuan yang akan dicapai dan karakteristik peserta didik. Oleh karena itu, kemampuan guru dalam memilih dan menetapkan model pembelajaran akan berpengaruh terhadap proses pembelajaran itu sendiri. Dengan menggunakan model pembelajaran yang bervariasi peserta didik akan lebih mudah menerima dan dapat berkosentrasi sepenuhnya pada suatu ketrampilan yang diajarkan, selain itu juga dapat mengurangi rasa bosan. Menerapkan model pembelajaran yang menarik bagi siswa tidak mudah, perlu daya kreatif dan inovatif serta kecermatan dari guru dalam menentukan dan menetapkan model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik materi dan bahan ajar yang akan diberikan kepada peserta didik sehingga tercipta proses belajar mengajar yang efektif dan menyenangkan. Oleh karena itu, guru harus menguasai beberapa jenis jenis model pembelajaran agar proses belajar mengajar dapat berjalan dengan baik.
Berdasarkan studi pendahuluan, ternyata dalam pembelajaran penjas di SMA NEGERI 3 SLAWI khususnya kelas X 1, persoalan belajar yang sering dijumpai adalah siswa sulit menerima materi yang disampaikan oleh guru dan siswa merasa bosan dengan proses pembelajaran. Hal ini mengakibatkan kurangnya minat belajar siswa dalam pembelajaran penjas. Faktor ini disebabkan karena guru selalu menggunakan model pembelajaran Sport Education (Pendidikan Olahraga) dan guru tidak pernah menggunakan model pembelajaran yang bervariasi. Oleh karena itu, semakin tepat dan cocok suatu model pembelajaran yang dipakai, maka semakin mudah tujuan pembelajaran dapat tercapai dan menyenangkan. Model pembelajaran efektif yang digunakan dalam proses pembelajaran bergantung pada bermacam macam faktor antara lain tujuan yang akan dicapai, kemampuan guru dalam menggunakan model pembelajaran, kemampuan siswa, besarnya jumlah siswa yang akan diajar, waktu dan fasilitas yang tersedia.
Dalam memilih suatu model pembelajaran untuk meningkatkan dan mengembangkan minat dan hasil belajar siswa, guru dituntut mampu merancang model pembelajaran yang lebih tepat serta penerapan bahan ajar yang variatif. Dari pernyataan tersebut salah satu upaya yang perlu dilakukan untuk menumbuhkan minat siswa dalam pembelajaran penjas di SMA NEGERI 3 SLAWI khususnya kelas X 1 adalah penggunaan model yang tepat dalam pembelajarannya. Lembaga pendidikan khususnya sekolah mempunyai tanggung jawab yang cukup besar dalam mengantisipasi masalah seperti ini, sehingga perlu adanya penelitian yang cermat untuk mengungkap fakta apa adanya dan memberikan solusi atau pemecahan masalahnya. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui mengapa dengan menggunakan model pembelajaran sport education (pendidikan olahraga), minat siswa kelas X 1 di SMA NEGERI 3 SLAWI terhadap pembelajaran penjas sangat kurang sekali. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi pihak yang terkait, terutama dengan penggunaan model pembelajaran yang tepat dan cocok dalam pembelajaran penjas.
Dari uraian diatas peneliti tertarik untuk mengambil judul : “UPAYA GURU DALAM MENINGKATKAN MINAT BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN YANG BERVARIASI PADA PEMBELAJARAN PENJAS (PTK Terhadap Siswa Kelas X 1 SMA NEGERI 3 SLAWI)
B. Identifikasi Masalah
Dari uraian latar belakang, maka identifikasi masalah dalam penelitian ini sebagai berikut :
1. Pengaruh penggunaan model pembelajaran sport education (pendidikan olahraga) yang tidak bervariasi dapat mengurangi minat belajar siswa kelas X 1 dalam pembelajaran penjas di SMA NEGERI 3 SLAWI.
2. Kurangnya pemahaman guru penjas dalam memahami model model pembelajaran.
3. Kurangnya kreatifitas dan inovasi guru penjas dalam memberikan pembelajaran.



C. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Apakah penggunaan model pembelajaran sport education (pendidikan olahraga) dan penggunaan model pembelajaran yang selalu monoton (tidak bervariasi), mempengaruhi minat belajar siswa kelas X 1 dalam pembelajaran penjas di SMA NEGERI 3 SLAWI?
2. Apakah penggunaan model pembelajaran yang bervariasi dan tepat dapat meningkatkan minat belajar siswa kelas X 1 dalam pembelajaran penjas di SMA NEGERI 3 SLAWI?
D. Pemecahan Masalah
Sebagai upaya peningkatan minat belajar siswa dengan menggunakan model yang bervariasi dan mengandalkan kreatifitas dan pemahaman guru tentang model model pembelajaran penjas untuk siswa kelas X 1 di SMA NEGERI 3 SLAWI, peneliti mempunyai beberapa alternatif antara lain :
1. Guru harus memperdalam pengetahuannya tentang model model pembelajaran serta meningkatkan kreatifitasnya.
2. Guru harus menguasai model model pembelajaran penjas, yang tujuannya agar guru mampu menempatkan model yang tepat dalam materi pembelajaran.
3. Dengan pemberian motivasi dari guru dapat membantu siswa yang kesulitan untuk memahami materi pelajaran.
E. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh temuan mengenai kurangnya minat siswa dalam pembelajaran penjas dengan menggunakan model pembelajaran sport education (pendidikan olahraga) dan tidak bervariasinya dalam penggunaan model pembelajaran pada siswa kelas X 1 di SMA NEGERI 3 SLAWI. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan bukti kebermaknaan program pendidikan jasmani melalui proses pembelajarannya yang mampu menumbuhkembangkan seluruh aspek yang dimiliki siswa, khusunya aspek psikologis dan sosial.
2. Tujuan Khusus
Adapun yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:
2.1 Untuk mengetahui mengapa dengan menggunakan model pembelajaran sport education (pendidikan olahraga) yang monoton (tidak bervariasi), dapat mengurangi minat siswa dalam pembelajaran penjas pada siswa kelas X 1 di SMA NEGERI 3 SLAWI.
2.2  Untuk mengetahui apakah dengan menggunakan model pembelajaran yang bervariasi dan tepat, mampu meningkatkan minat belajar siswa kelas X 1 dalam pembelajaran penjas di SMA NEGERI 3 SLAWI.
F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan kajian dan masukan bagi berbagai pihak yang berkepentingan dengan proses pembinaan dan pengembangan program pembelajaran pendidikan jasmani khusunya pada upaya menumbuhkembangkan aspek psikomotor, kognitif dan afektif.
1. Manfaat Teoretis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan referensi bagi para peneliti atau pihak lain yang hendak meneliti masalah masalah yang berhubungan dengan penggunaan model model pembelajaran dalam pendidikan jasmani yang mempengaruhi minat belajar siswa.

2. Manfaat Praktis
Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh model pembelajaran pendidikan jasmani terhadap minat belajar siswa, serta untuk mengetahui faktor faktor apa saja yang mempengaruhi minat belajar siswa sehingga pihak pihak yang berkepentingan dapat mencari alternatif pemecahan masalah tersebut guna meningkatkan minat belajar siswa.
G. Kerangka Teoritik
Mengajar adalah perbuatan yang kompleks. Perbuatan yang kompleks dapat diterjemahkan sebagai penggunaan sejumlah komponen secara integatif yang terkandung dalam perbuatan mengajar itu untuk menyampaikan pesan pembelajaran. Pada dasarnya belajar bagi seseorang merupakan hasil interaksi antara berbagai fakor yang saling mempengaruhi baik faktor internal maupun eksternal. Faktor internal yaitu faktor yang memberi masukan dan motivasi terhadap seseorang yang berasal dari dalam dirinya sendiri, seperti minat, bakat dan kebiasaan belajar dll. Sedangkan faktor eksternal yaitu faktor yang datang dari luar individu tersebut, seperti lingkungan dan kelengkapan sumber belajar dll.
Minat juga mempengaruhi proses dan hasil belajar siswa, disamping itu guru juga harus mempunyai kreatifitas yang tinggi agar siswa mampu termotivasi dalam pembelajaran. Apabila siswa tidak berminat untuk mempelajari sesuatu maka hasil belajarnya tidak akan maksimal, sebaliknya jika siswa mempelajari sesuatu dengan penuh minat, maka dapat dipastikan proses dan hasil belajar akan lebih maksimal. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi minat siswa dalam pembelajaran, seperti materi ajar, sarana prasarana, model pembelajaran yang digunakan dll. Untuk materi ajar biasanya siswa lebih menyukai materi materi yang mengandung permainan, kekompakan, kerjasama dan kompetisi. Sarana prasarana juga sangat mempengaruhi minat belajar siswa, karena jika di suatu sekolah yang mempunyai kelengkapan sarana dan prasarana, siswa akan bertindak kreatif dan selalu termotivasi untuk melakukan suatu kegiatan belajarnya. Dalam konteks pembelajaran, model adalah suatau penyajian fisik atau konseptual dari system pembelajaran, serta berupaya menjelaskan keterkaitan berbagai komponen system pembelajaran kedalam suatu pola/kerangka pemikiran yang disajikan secara utuh. Sedangkan model pembelajaran menurut joyce and weil, 1992) adalah perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran dikelas atau pembelajaran dalam tutorial untuk menentukan perangkat perangkat pembelajaran termasuk didalamnya buku buku, film, computer, kurikulum dll. Untuk model pembelajaran mempunyai pengaruh yang kuat terhadap minat belajar siswa karena siswa akan lebih tertarik dengan model pembelajaran yang bervariasi. Dalam prakteknya, yang harus diingat guru adalah tidak ada model pembelajaran yang paling terbaik, namun model pembelajaran yang paling tepat dan cocok diterapkan dalam pembelajaran. Model pembelajaran akan menjadi tepat jika memperhatikan kondisi siswa, sifat materi dan bahan ajar, fasilitas dan prasarana dan kondisi guru itu sendiri.

 Menurut joyce dan Weil (1980) ada beberapa kegunaan dari model pembelajaran :
1. Memperjelas hubungan fungsional diantara berbagai komponen, unsure dan elemen system tertentu.
2. Prosedur yang akan ditempuh dalam melaksanakan kegiatan kegiatan dapat diidentifikasikan secara tepat.
3. Dengan adanya model maka kegiatan yang dicakupnya dapat dikendalikan.
4. Model akan mempermudah para administrator untuk mengidentifikasikan komponen, elemen yang mengalami hambatan, jika kegiatan yang dilaksanakan tidak efektif dan produktif.
5. Mengidentifikasi secara tepat cara cara untuk mengadakan perubahan jika terdapat ketidak sesuaian dari apa yang telah dirumuskan.
6. Guru dapat menyusun tugas tugas belajar siswa menjadi suatu keseluruhan yang terpadu.
Banyak terdapat guru pendidikan jasmani diluar sana masih menggunakan model pembelajaran yang tidak bervariasi (monoton), yang akibatnya mengurangi minat belajar siswa dalam pembelajaran. Dalam menetukan model pembelajaran yang tepat, disini sangat dibutuhkan kemampuan dan kreatifitas seorang guru pendidikan jasmani, seberapa dalam pengetahuan guru tentang model model pembelajaran penjas.



Berdasarkan uraian anggapan diatas, maka kerangka teoritik dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :
Oval: MODEL PEMBELAJARAN YANG BERVARIASI
(Y)
MINAT BELAJAR SISWA
(X)
 
 


MINATMMM



H. Hipotesis Tindakan
Adapun hipotesis tindakan yang diajukan adalah sebagai berikut :
Dengan penggunaan model pembelajaran yang bervariasi dan pengetahuan guru tentang pemahaman model model pembelajaran dapat meningkatkan minat belajar siswa dalam pembelajaran penjas.
I. Rencana Penelitian
Dalam rencana penelitian disini subyek yang akan diteliti adalah siswa kelas X 1 SMA NEGERI 3 SLAWI, Kabupaten Tegal. Pertimbangan penulis mengambil subyek siswa kelas X karena dalam masa ini siswa yang baru lulus dari SMP masih sangat labil kondisi psikologisnya dan sifat kedewasaan belum begitu tumbuh dan berkembang, jadi jiwa bermainnya masih cukup tinggi (lebih suka bermain), sedangkan disini siswa dihadapkan dengan masalah penerapan model pembelajaran sport education yang dimana model ini menekankan pada penguasaan teknik dasar dan siswa dituntut harus bisa dalam melakukan suatu ketrampilan. Didalam penelitian ini, peneliti mengambil lokasi di SMA NEGERI 3 SLAWI, Kabupaten Tegal. Peneliti mengambil pertimbangan lokasi ini karena peneliti pernah bersekolah di SMA tersebut (Alumni), sehingga memudahkan dalam penelitian.

J. Jadwal Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk siswa kelas X 1 di SMA NEGERI 3 SLAWI, Kabupaten TEGAL. Penelitian  ini  berlangsung  pada  tanggal  21  Oktober  2011  sampai  dengan  tanggal 22 Oktober 2011. Waktu dari perencanaan sampai penulisan laporan hasil penelitian tersebut dilakukan pada semester 1 tahun pelajaran 2011/2012.

















Daftar Pustaka
·         Lutan, Rusli (1988). Belajar Ketrampilan Motorik, Pengantar Teori Dan Metode. Jakarta: Depdikbud Dirjen Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan
·         Juliantine, Tite dkk (2011). Model Model Pembelajaran Pendidikan Jasmani. Bandung : Photo Copy FPOK





Kamis, 20 Oktober 2011

KETAHANAN DAN KELELAHAN

Ketahanan Dan Kelelahan
            Ketahanan dan kelelahan berkaitan dengan batas kelelahan kemampuan maximal (BKM) dan merupakan kutub yang berlawanan dalam aktivitas fisik.
Batas Kemampuan Maximal (BKM)
BKM adalah Kemampuan maximal seseorang dalam menampilkan aktivitas fisiknya. BKM terdiri dari :
1) BKM Psikologik
2) BKM Fisiologik
BKM Psiologik terletak ± 30% dibawah atau diatas BKM fisiologik (Ikai, Yabe dan Ischii dalam karpovich dan sinning,1971). BKM fisiologik adalah atas kemampuan maximal yang sesungguhnya, artinya bila seseorang melakukan aktivitas melampaui BKM fisiologik, berarti dia melampaui batas keselamatan dan berarti dia telah mempertaruhkan nyawanya. Dengan demikian BKM psikiologik berhubungan dengan kekuatan mental yang erat hubungannya dengan kondisi psikologik atau motivasi atlet yang bersangkutan.
            Secara anatomik penentu BKM adalah :
a) ES 1, dalam hal ini khususnya otot.
b) ES II, dalam hal ini khususnya jantung.
            Secara Fisiologik penentu BKM adalah :
a) Kapasitas anaerobik, yang merupakan BKM primer.
b) Kapasitas aerobik, yang merupakan BKM sekunder.
Kapasitas anaerobik inilah yang merupakan BKM primer oleh karema faktor inilah yang menentukan terhentinya olahraga. Kapasitas aerobik adalah sebagai BKM sekunder oleh karena bukan dia yang menentukan kapan olahraga terpaksa harus dihentikan, tetapi ia dapat mengubah yaitu memperlambat atau mempercepat lelah berat, yaitu apabila kapasitas aerobik adalah besar maka kelelahan lambat datang, sedangkan bila kapasitas aerobik kecil karena malas berlatih maka kelelahan lebih cepat datangnya.. Bila kapasitas aerobik besar, maka habisnya kapasitas anaerobik lebih lama, artinya orang tidak menjadi mudah lelah.
Tata hubungan anaerobik – aerobik yang berarti juga tata hubungan antara intensitas/beban olahraga, tata hubungan itu adalah :
1) Intensitas anaerobik < kapasitas aerobik → beban/intensitas olahraga normal/normal load/ submaximal load.
2) Intensitas anaerobik = kapasitas aerobik → Beban/intensitas olahraga maximal/crest load/maximal load.
3) Intensitas anaerobik > kapasitas aerobik → Beban/intensitas olahraga over load/supramaximal load.
Tujuan Pelatihan fisik hakekatnya adalah meningkatkan BKM primer maupun sekunder melalui pelatihan anaerobik dan pelatihan aerobik.
Sasaran pelatihan fisik baik anaerobik maupun aerobik adalah :
a) Lokal : Otot otot yang diperlukan sebagai tugas gerak.
b) Umum : Pelatihan ergosistema secara menyeluruh.
Pelatihan aerobik local adalah pelatihan daya tahan dinamis otot/kelompok otot tertentu.
Tujuan pelatihan ini adalah :
a) Seluler ( ES I Lokal) yaitu sel sel setempat yang menjalani pelatihan.
b) Extraseluler ( ES II Lokal) yaitu meningkatnya kemampuan mendukung sistem extraseluler oleh karena meningkatnya vaskularisasi jaringan otot setempat.
Pelatihan aerobik sistemik adalah sumasi/penjumlahan pelatihan pelatihan aerobik local yang terjadi pada sejumlah besar otot otot tubuh secara simultan seperti yang terjadi pada berbagai bentuk olahraga yang bersifat aerobik.
Tujuan pelatihan ini adalah :
a) Seluler ( ES I) yaitu seluruh sel sel yang terlibat secara sistemik dalam kegiatan olahraga tersebut.
b) Extraseluler ( ES II) yaitu meningkatnya kemampuan mendukung dari ES II.

Pelatihan anaerobik lokal adalah pelatihan otot pada umumnya, oleh karena daya untuk kontraksi otot selalu berasal dari mekanisme olahdaya anaerobik.
Pelatihan anaerobik sistemik adalah terciptanya kondisi latihan pada seluruh sel dalam tubuh.
Ketahanan fisik terdiri dari :
1) Ketahanan fisik biologik
            Kemampuan fisik/jasmani untuk melawan dan mengatasi berbagai ancaman lingkungan yang cenderung menimbulkan kerusakan jasmani atau penyakit baik yang bersifat infeksi maupun yang bersifst non infeksi.
2) Ketahanan fisik fungsional
            Kemampuan fisik/jasmani untuk melawan dan mengatasi beban atau tugas fisik yang akan menyebabkan terjadinya kelelahan.
Pada pelatihan tenaga dalam kondisi pelatihan diciptakan dengan mengurangi pasokan O2 yaitu dengan mengendalikan atau menahan nafas selama melakukan jurus jurus latihan.
           

PENELITIAN TINDAKAN KELAS (PTK)

PENGERTIAN DAN KARAKTERISTIK PENELITIAN TINDAKAN KELAS
1. Pengertian Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
PTK atau action research mulai berkembang sejak perang dunia ke dua, saat ini PTK sedang berkembang dengan pesatnya di negara-negara maju seperti Inggris, Amerika, Australia, dan Canada. Para ahli penelitian pendidikan akhir-akhir ini menaruh perhatian yang cukup besar terhadap PTK. Menurut Stephen Kemmis seperti dikutip D. Hopkins dalam bukunya yang berjudul A Teacher’s Guide to Classroom Research, menyatakan bahwa action research adalah: a from of self-reflektif inquiry undertaken by participants in a social (including education) situation in order to improve the rationality and of (a) their own social or educational practices justice (b) their understanding of these practices, and (c) the situastions in which practices are carried out.
Secara singkat PTK adalah suatu bentuk kajian yang bersifat reflektif oleh pelaku tindakan, untuk meningkatkan kemantapan rasional dari tindakan-tinakan mereka dalam melaksanakan tugas, memperdalam pemahaman terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan, serta memperbaiki dimana praktek-praktek pembelajaran dilaksanakan.
Untuk mewujudkan tujuan-tujuan tersebut PTK melaksanakan proses pengkajian berdaur (cyclical) yang terdiri 4 tahapan sebagai berikut:
merencanakan.jpg



Keempat fase dari suatu siklus dalam sebuah PTK bisa digambarkan dengan sebuah spiral PTK seperti sebagai berikut:
Plan
Reflektif
Action/Observation
Reflective
Action/Observation
Reflective
Action/Observation
Sesuai dengan hakekat yang dicerminkan oleh namanya yaitu action research spiral, penelitian tindakan kelas dapat dimulai darimana saja dari keempat fase yaitu: perencanaan (planning), tindakan (action), pengamatan (observation), dan refleksi (reflection).
2. Karakteristik Penelitian Tindakan Kelas
Karakteristik penelitian tindakan kelas antara lain:
(a) an inquiry on practice from within
Karakteristik pertama dari PTK adalah bahwa kegiatannya dipicu oleh permasalahan praktis yang dihayati guru dalam pembelajaran di kelas. Oleh sebab itu PTK bersifat practice driven dan Action driven, dalam arti PTK berujuan memperbaiki scara praktis, langsung – disini, sekarang atau sering disebut dengan penelitian praktis (practical inquiry). Hal ini berarti PTK memusatkan perhatian pada permasalahan spesifik konstekstual.
Peran dosen LPTK pada tahap awal adalah menjadi sounding board (pemantul gagasan) bagi guru yang menghadapi permasalahan dalam pelaksanaan tugasnya sehari-hari.
(b) a collaborative effort between school teachers and teacher educators.
Karena dosen LPTK tidak memiliki akses langsung, maka PTK diselenggarakan secara colaboratif dengan guru yang kelasnya menjadi kancah PTK. Karena yang memiliki kancah adalah guru sehingga para dosen LPTK yang berminat melakukan PTK tidak memiliki akses kepada kancah dalam peran sebagai praktisi. Oleh sebab itu ciri kolaboratif harus secara konsisten tertampilkan sebagai kerja sama kesejawatan dalam keseluruhan tahapan penyelenggaraan PTK, mulai dari identifikasi permasalahan, serta diagnosis keadaan, perancangan tindakan perbaikan, sampai dengan pengumpulan dan analisis data serta reflektisi mengenai temuan di samping dalam penyusunan laporan.
(c) reflective practice made public.
Keterlibatan dosen LPTK dalam PTK bukanlah sebagai ahli pendidikan yang tengah mengemban fungsi sebagai pembina guru sekolah menengah atau sebagai pengembang pendidikan (missionary approach), melainkan sebagai sejawat, di samping sebagai pendidik calon guru yang seyogyanya memiliki kebutuhan untuk belajar dalam rangka mengakrabi lapangan demi peningkatan mutu kinerjanya sendiri. Dalam hubungan ini guru yang berkolaborasi dalam PTK harus mengemban peran ganda sebagai praktisi yang dalam pelaksanaan penuh keseharian tugas-tugasnya juga sekaligus secara sistematis meneliti praksisnya sendiri. Apabila ini terlksana dengan baik maka akan terbina kultur meneliti dikalangan guru, dan merupakan suatu langkah strategis dalam profisionalisme jabatan guru. Hal ini pelecehan profesi dalam bentuk penyedia jasa borongan utuk membuatkan daftar angka kridit dalam proses kenaikan pangkat fungsional guru yang menggejala akhir-akhir ini dapat diakhiri.

PROSEDUR PELAKSANAAN PENELITIAN TINDAKAN KELAS (PTK)
Prosedur penelitian tindakan kelas merupakan proses pengkajian melalui sistem berdaur dari berbagai kegiatan pembelajaran, menurut Raka Joni (1988) terdapat lima tahapan yaitu:
  1. Pengembangan fokus masalah penelitian
  2. Perencanaan tindakan perbaikan
  3. Pelaksanaan tindakan perbaikan, observasi dan interpretasi
  4. Analisis dan refleksi
  5. Perencanaan tindak lanjut (lihat gambar 1 dan 2).
Secara lebih rinci, prosedur pelaksanaan LPTK dapat digambarkan sebagai berikut:
siklus.jpg
Dalam pelaksanaannya, PTK diawali dengan kesadaran akan adanya permasalahan yang dirasakan mengganggu, yang dianggap menghalangi pencapaian tujuan pendidikan sehingga ditengarai telah berdampak kurang baik terhadap proses dan atau hasil belajar pserta didik, dan atau implementasi sesuatu program sekolah. Bertolak dari kesadaran mengenai adanya permasalahan tersebut, yang besar kemungkian masih tergambarkan secara kabur, guru – baik sendiri maupun dalam kolaborasi dengan dosen LPTK yang menjadi mitranya kemudian menetapkan fokus permasalahan secara lebih tajam kalau perlu dengan mengumpulkan tambahan data lapangan secara lebih sistematis dan atau melakukan kajian pustaka yang relevan.
Pada gilirannya, dengan perumusan permasalahan yang lebih tajam itu dapat dilakukan diagnosis kemungkinan-kemungkinan penyebab permasalahan secara lebih cermat, sehingga terbuka peluang untuk menjajagi alternatif-alternatif tindakan perbaikan yang diperlukan. Alternatif mengatasi permasalahan yang dinilai terbaik, kemudian diterjemahkan menjadi program tindakan perbaikan yang akan dicobakan. Hasil percobaan tindakan perbaikan yang dinilai dan direfleksikan dengan mengacu kepada kreteria-kreteria perbaikan yang dikehendaki, yang telah ditetapkan sebelumnya.
1. Penetapan Fokus/Masalah Penelitian, yang meliputi:
a. Merasakan adanya masalah
b. Identifikasi Masalah PTK
c. Analisis Masalah
d. Perumusan masalah
2. Perencanaan Tindakan, yang meliputi:
a. Formulasi solusi dalam bentuk hipotesis tindakan
b. Analisis Kelaikan Hipotesis Tindakan
c. Persiapan Tindakan
3. Pelaksanaan Tindakan dan Observasi-Interpretasi
a. Pelaksanaan Tindakan
b. Observasi dan Interpretasi
c. Diskusi balikan (review discussion)
4. Analisis dan Refleksi
a. Analisis Data
b. Refleksi
5. Perencanaan Tindak lanjut
a. Prosedur Observasi
b. Beberapa Tindakan
FORMAT USULAN PTK
1. JUDUL
Judul PTK hendaknya menyatakan dengan akurat dan padat permasalahan serta bentuk tindakan yang dilakukan peneliti sebagai upaya pemecahan masalah. Formulasi Judul hendaknya singkat, jelas, dan sederhana namun secara tersirat telah menampilkan sosok PTK, bukan sosok penelitian formal.
2. LATAR BELAKANG
Dalam latar belakang permasalahan hendaknya diuraikan urgensi penanganan permasalahan yang diajukan melalui PTK. Untuk itu harus ditunjukkan fakta-fakta yang mendukung, baik yang berasal dari pengamatan guru selama ini maupun dari kajian pustaka. Dukungan berupa hasil penelitian terdahulu, apabila ada, akan lebih baik mengokohkan argumentasi mengenai urgensi serta signifikansi permasalahan yang akan ditangani melalui PTK yang diusulkan. Karakteristik khas PTK yang berbeda dari penelitian formal hendaknya tercermin dalam uraian bagian ini.
3. PERMASALAHAN
Permasalahan yang diusulkan untuk ditangani melalui PTK dijabarkan secara lebih rinci dalam bagian ini. Masalah hendaknya benar-benar diangkat dari masalah keseharian di sekolah yang memang layak dan perlu diselesaikan melalui PTK. Sebaliknya, permasalahan yang secara teknis-metodologik di luar jangkauan PTK. Uraian permasalahan yang ada hendaknya didahului oleh identifikasi masalah, yang dilanjutkan dengan analisis masalah diikuti refleksi awal sehingga permasalahan yang perlu ditangani itu nampak menjadi lebih jelas. Dengan kata lain, bagian ino dikunci dengan perumusan masalah tersebut. Dalam bagian ini, sosok PTK harus secara konsisten tertampilkan.
4. CARA PEMECAHAN MASALAH
Dalam bagian ini dikemukakan cara yang diajukan untuk emecahkn masalah yang dihadapi. Alternatif pemecahan yang diajukan hendaknya mempunyai landasan konseptual yang mantap yang bertolak hasil analisis masalah. Di samping itu, harus terbayangkan kemungkinan kemanfaatan hasil pemecahan masalah dalam rangka pembenahan/atau peningkatan implementasi pembelajaran/atau berbagai program sekolah lainnya. Juga harus dicermati bahwa artikulasi kemanfaatan PTK berbeda dari kemanfaatan penelitian formal.
5. TUJUAN PENELITIAN DAN PEMANFAATAN PENELITIAN
Tujuan PTK hendaknya dirumuskan secara jelas. Paparkan sasaran antara dan akhir tindakan perbaikan. Perumusan tujuan harus konsisiten dengan hakekat permasalahan yang dikemukakan dalam baian-bagian sebelumnya. Dengan sendirinya artikulasi tujuan PTK berbeda dari tujuan formal. Pencapaian tujuan hendakya dapat diverifikasikan secara obyektif, sedapat mungkin bisa dikwantifikasikan. Di samping tujuan PTK, juga perlu diuraikan kemungkinan kemanfaatan penelitian. Dalam hubungan ini, perlu dipaparkan secara spesifik keuntungan-keuntungan yang dijanjikan, khususnya bagi peserta didik sebagai pewaris langsung hasil PTK, di samping bagi guru pelaksana PTK, rekan guru lainnya serta bagi dosen LPTK.
6. KERAGKA TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN
Pada bagian ini diuraikan landasan substantif dalam arti teoritik dan/atau metodologik yang dipergunakan peneliti dalam menentukan alternatif tindakan yang akan diimplementasikan. Untuk keperluan itu, dalam bagian ini diuraikan kajian terhadap baik pengalaman peneliti pelaku PTK sendiri yang relevan maupun pelaku PTK lain. Argumentasi logik dan teoritik diperlukan guna menyusun kerangka konseptual. Atas dasar kerangka konseptual yang disusun itu hipotesis tindakan dirumuskan.

7. RENCANA PENELITIAN
a. Setting Penelitian dan karakteristik Subyek Penelitian
Pada bagian ini disebutkan dimana penelitian tersebut dilakukan, di kelas berapa dan bagamana karakteristik kelas tersebut. Misalnya komposisi pria wanita, latar belakang sosial ekonomi yang mungkin relevan dengan permasalahan, tingkat kemampuan dsb. Aspek substantif permasalahan seperti Matematika SMP, Bahasa Inggris SMA.
b. Variabel yang diselidiki
Pada bagian ini ditentukan variabel-variabel penelitian yang dijadikan titik incar untuk menjawab permasalahan yang dihadapi. Variabel tersebut dapat berupa (1) variabel input yang terkait dengan peserta didik, guru, bahan ajar, prosedur evaluasi, lingkungan belajar dsb. (2) variabel proses penyelenggaraan pembelajaran seperti interaksi pembelajaran, keterampilan bertanya guru, cara belajar peserta didik, implementasi berbagai metode pembelajaran dikelas dsb. (3) variabel output, seperti rasa keingintahuan peserta didik, kemampuan peserta didik mengaplikasikan pengetahuan, motivasi belajar peserta didik dsb.
c. Rencana Tindakan
Pada bagian ini digambarkan rencana tindakan untuk meningkatkan mutu pembelajaran, seperti:
(1) Perencanaan, yaitu persiapan yang dilakukan sehubungan dengan PTK yang diprakarsai seperti, penetapan entry behavior, pelancaran tes diagnostik untuk menspesifikasi masalah, pembuatan skenario pembelajaran, pengadaan alat-alat dalam rangka implementasi PTK, dan lain-lain yang terkait degan pelaksanaan tindakan perbaikan yang telah ditetapkan sebelumnya. Di samping itu juga diuraikan alternatif-aternatif solusi yang akan dicobakan dalam rangka perbaikan masalah.
(2) Implementasi Tindakan, yaitu deskripsi tindakan yang akan digelar, skenario kerja perbaikan dan prosedur tindakan yang akan diterapkan.
(3) Observasi dan Interpretasi, yaitu uraian tentang prosedur perekaman dan penafsiran data mengenai proses dan produk dari implementasi tindakan perbaikan yang dirancang.
(4) Analisis dan Refleksi, yaitu uraian tentang prosedur analisis terhadap hasil pemantauan dan refleksi berkenaan dengan proses dan dampak tindakan perbaikan yang akan digelar, personil yang akan dilibatkan, serta kreteria dan rencana bagi tindakan daur berikutnya.
d. Data dan Cara Pengumpulannya
Pada bagian ini ditunjkan dengan jelas jenis data yang akan dikumpulkan yang berkenaan baik proses maupun dampak tindakan perbaikan yang digelar, yang akan digunakan sebagai dasar untuk menilai keberhasilan atau kekurang berhasilan tindakan perbaikan pembelajaran yang dicobakan. Format data dapat bersifat kualitatif, kuantitatif, atau kombinasi keduanya. Di sampig itu teknik pengumpuan data yang diperlukan juga harus diuraikan dengan jelas seperti melalui pengamatan partisipatif, pembuatan jurnal harian, observasi aktivitas dikelas, penggambaran interaksi dalam kelas, pengukuran hasil belajar dengan berbagai prosedur pengukuran, dan sebagainya. Selanjutnya dalam prosedur pengumpulan data PTK, para guru juga harus aktif sebagai pengumpul data, bukan semata-mata sebagai sumber data. Akhirnya, semua teknologi pengumpulan data yang digunakan harus mendapat penilaian kelaikan yang cermat dalam konteks PTK yang khas itu. Sebab meskipun mungkin saja menyajikan mutu rekaman yang jauh lebih baik , penggunaan teknologi perekaman data yang canggih dapat saja terganjal keras pada tahap tayang uang dalam rangka analisis dan interpretasi data.
e. Indikator Kinerja
Pada bagian ini tolok ukur keberhasilan tindakan perbaikan ditetapkan secara eksplisit sehingga memudahkan verifikasinya. Untuk tindakan perbaikan melalui PTK yang bertujuan mengurangi kesalahan konsep peserta didik misalnya perlu ditetapkan kreteria keberhasilan.
f. Tim Peneliti dan Tugasnya
Dalam bagian ini hendaknya dicantumkan nama-nama anggota peneliti dan uraian tugasnya/peran setiap aggota tim peneliti, serta jam kerja yang dialokasikan setiap minggu untuk kegiatan penelitian.

8. JADWAL PENELITIAN
Jadwal penelitian disusun dalam metriks yang menggambarkan urutan kegiatan dari awal sampai akhir.
9. RENCANA ANGGARAN
Terdapat empat jenis Penelitian Tindakan Kelas, yaitu :

a) Jenis Diagnostik maksudnya penelitian dilakukan untuk menuntun peneliti ke arah suatu tindakan karena suatu masalah yang terjadi, misalnya adanya konflik antar siswa di kelas, adanya pertengkaran di antara siswa dan sejenisnya.

b) Jenis Partisipan maksudnya penelitian dilakukan dengan keterlibatan langsung peneliti dari awal sampai akhir proses.

c) Jenis Empirik maksudnya penelitian dilakukan dengan cara merencanakan, mencatat pelaksanaan dan mengevaluasi pelaksanaan dari luar arena kelas, jadi dalam penelitian jenis ini peneliti harus berkolaborasi dengan guru yang melaksanakan tindakan di kelas.

d) Jenis Eksperimental maksudnya penelitian dilakukan sebagai upaya menerapkan berbagai teknik, metode atau strategi dalam pembelajaran secara efektif dan efisien.

PRINSIP-PRINSIP PTK
Hopkins (1993) menyebutkan ada 6 (enam) prinsip dasar yang melandasi penelitian tindakan kelas.
Prinsip pertama, bahwa tugas guru yang utama adalah menyelenggarakan pembelajaran yang baik dan berkualitas. Untuk itu, guru memilki komitmen dalam mengupayakan perbaikan dan peningkatan kualitas pembelajaran secara terus menerus. Dalam menerapkan suatu tindakan untuk memperbaiki kualitas pembelajaran ada kemungkinan tindakan yang dipilih tidak/kurang berhasil, maka ia harus tetap berusaha mencari alternatif lain. Dosen dan guru harus menggunakan pertimbangan dan tanggungjawab profesionalnya dalam mengupayakan jalan keluar dari permasalahan yang dihadapi dalam pembelajaran. Prinsip pertama ini berimplikasi pada sifat penelitian tindakan sebagai suatu upaya yang berkelanjutan secara siklustis sampai terjadinya peningkatan, perbaikan, atau ‘kesembuhan’ sistem, proses, hasil, dan sebagainya.
Prinsip kedua bahwa meneliti merupakan bagian integral dari pembelajaran, yang tidak menuntut kekhususan waktu maupun metode pengumpulan data. Tahapan-tahapan penelitian tindakan selaras dengan pelaksanaan pembelajaran, yaitu: persiapan (planning), pelaksanaan pembelajaran (action), observasi kegiatan pembelajaran (observation), evaluasi proses dan hasil pembelajaran (evaluation), dan refleksi dari proses dan hasil pembelajaran (reflection). Prinsip kedua ini menginsyaratkan agar proses dan hasil pembelajaran direkam dan dilaporkan secara sistematik dan terkendali menurut kaidah ilmiah.
Prinsip ketiga bahwa kegiatan meneliti, yang merupakan bagian integral dari pembelajaran, harus diselenggarakan dengan tetap bersandar pada alur dan kaidah ilmiah. Alur pikir yang digunakan dimulai dari pendiagnosisan masalah dan faktor penyebab timbulnya masalah, pemilihan tindakan yang sesuai dengan permasalahan dan penyebabnya, merumuskan hipotesis tindakan yang tepat, penetapan skenario tindakan, penetapan prosedur pengumpulan data dan analisis data. Obyektivitas, reliabilitas, dan validitas proses, data, dan hasil tetap dipertahankan selama penelitian berlangsung. Prinsip ketiga ini mempersyaratkan bahwa dalam menyelenggarakan penelitian tindakan agar tetap menggunakan kaidah-kaidah ilmiah.
Prinsip keempat bahwa masalah yang ditangani adalah masalah-masalah pembelajaran yang riil dan merisaukan tanggungjawab profesional dan komitmen terhadap pemerolehan mutu pembelajaran. Prinsip ini menekankan bahwa diagnosis masalah bersandar pada kejadian nyata yang berlangsung dalam konteks pembelajaran yang sesungguhnya. Bila pendiagnosisan masalah berdasar pada kajian akademik atau kajian literatur semata, maka penelitian tersebut dipandang sudah melanggar prinsip ke-otentikan. Jadi masalah harus didiagnosis dari kancah pembelajaran yang sesungguhnya, bukan sesuatu yang dibayangkan akan terjadi secara akademik.
Prinsip kelima bahwa konsistensi sikap dan kepedulian dalam memperbaiki dan meningkatkan kualitas pembelajaran sangat diperlukan. Hal ini penting karena upaya peningkatan kualitas pembelajaran tidak dapat dilakukan sambil lalu, tetapi menuntut perencanaan dan pelaksanaan yang sungguh-sungguh. Oleh karena itu, motivasi untuk memperbaiki kualitas harus tumbuh dari dalam (motivasi intrinsik), bukan sesuatu yang bersifat instrumental.
Prinsip keenam adalah cakupan permasalahan penelitian tindakan tidak seharusnya dibatasi pada masalah pembelajaran di ruang kelas, tetapi dapat diperluas pada tataran di luar ruang kelas, misalnya: tataran sistem atau lembaga. Perspektif yang lebih luas akan memberi sumbangan lebih signifikan terhadap upaya peningkatan kualitas pendidikan.